Sejarah HAKI

Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Gutternberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies ( 1623 ). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten pada tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari hak konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar-menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization ( WIPO ).
WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001, World Intellectual Property Organization ( WIPO ) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan ( GATT ) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO ).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual ( HaKI ) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights ( TRIP’s ) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antarNegara secara jujur dan adil, karena :
1.             TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard.
2.             Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tampa reservation.
3.             TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.

0 Comments:

Posting Komentar